Biaya PTSL Desa Patila Wajo, Diduga Langgar Putusan SKB 3 Menteri
JEJAKHITAM.COM (WAJO) — Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), yang telah di keluarkan pemerintahan kabinet kerja sejak tahun 2017 lalu, tampaknya belum menemui hasil maksimal.
Pasalnya, aturan yang mengatur bahwa biaya program PTSL yang dibebankan atau harus dibayar oleh masyarakat, seperti kegiatan penyiapan dokumen, kegiatan pengadaan patok, dan materai, lalu kegiatan operasional petugas Kelurahan/Desa, itu masih tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Seperti yang dialami oleh warga di Desa Patila, Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan.
Puluhan warga Desa Patila itu mengadukan kejadian ke Rumah Aspirasi Masyarakat milik Muh. Amsyahar, SH, lantaran biaya pengurusan PTSL yang terlalu tinggi, dan beberapa diantaranya belum menerima sertifikat, sementara biaya sertifikat telah mereka bayarkan dari sejak tahun 2019.
Aduan warga yang diterima langsung Muh. Amsyahar, SH, yang kemudian dilanjutkan ke Polres Wajo pada 27 Mei 2021 lalu, tentang adanya dugaan pemerasan dan pungutan liar dalam pembuatan sertifikat Prona PTSL, sebagaimana yang dimaksud pada pasal 368 KUHPidana dan atau pasal 374 subs pasal 378 lebih subs pasal 372 KUHPidana.
Saat dihubungi Amsyahar mengatakan, “Dalam waktu dekat ini pihak Polres Wajo akan melakukan penyelidikan lanjutan dan gelar perkara terkait masalah ini,” ucap Amsyahar kepada JejakHitam.Com, Senin (28/06/2021) malam.
Hasil penelusuran kru JejakHitam.Com saat mendatangi Rumah Aspirasi Desa Patila, menemukan beberapa kejanggalan. Seperti biaya pembayaran PTSL yang diduga tidak sesuai dengan aturan, serta sertifikat warga yang tidak kunjung selesai.
Selain itu, adanya sertifikat yang terbit sementara nama/pemilik sertifikat sudah tidak berdomisi lagi di Desa Patila, dan beberapa warga mengaku tidak pernah bertandatangan ketika hendak melakukan pengurusan sertifikat. Dan ada juga warga yang mengadu lantaran dikenakan biaya denda karena memiliki luas obyek tanah lebih dari 1 (satu) hektar.
Kepala desa Patila saat di konfirmasi oleh awak media, keberatan dan menolak hal itu dikatakan pungli. Dirinya mengungkapkan bahwa, jika nominal pembayaran tersebut sudah disepakati oleh warga saat rapat sebelum memproses dokumen PTSL.
“Bukan pungli, ini sudah sesuai kesepakatan antara Pemerintah Desa (Pemdes) dengan warga soal pengurusan dokumen PTSL,” kata Kepala Desa.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya oleh beberapa awak media, bahwa puluhan aktivis yang tergabung dalam Front Mahasiswa Anti Korupsi (FMAK) Sulawesi Selatan, menggelar aksi unjukrasa di depan Mapolda, pada Selasa (15/06/2021) lalu.
Dalam aksinya, FMAK meminta Polda Sulsel untuk mendesak Polres Wajo agar segera mengusut tuntas adanya dugaan pungli PTSL di Desa Patila. Aduan FMAK itu di terima langsung oleh pihak Diskrimsus Polda Sulsel.
Terkait hal ini, Menteri ATR Sofyan Djalil, pernah menjelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam proses pembuatan sertifikat ini, itu dilakukan di tingkat Desa dalam hal ini Kelurahan, dengan ketentuan mengacu pada SKB 3 Menteri.
Keputusan beban biaya yang dibayarkan masyarakat tertuang dalam keputusan SKB 3 Menteri Nomor 25 Tahun 2017, yakni Menteri ATR, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh masyarakat dalam program sertifikat tanah sesuai ketentuan SKB 3 Menteri Nomor 25 Tahun 2017 dikategorikan sesuai wilayah :
Untuk daerah Sulawesi Selatan, bersama daerah lain yang masuk kategori III, yakni Gorontalo, Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, yakni sebesar Rp. 250.000 (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
Desa Patila Kabupaten Wajo, yang masuk dalam lingkup kategori III, ternyata memberikan beban kepada warga secara bertingkat, mulai dari Rp. 500.000 hingga Rp. 750.000, dan itu tidak sesuai dengan keputusan yang telah dikeluarkan oleh pihak Kementerian. (Tim)