www.jejakhitam.com
Tajam Mengungkap Peristiwa

ICW Desak KPK Usut Proyek PT. Banteng Laut Indonesia dan PT. Nugraha Timur Indonesia

JAKARTA – Pasca ditetapkannya Gubernur Sulawesi Selatan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus suap, desakan untuk mengusut proyek infrastruktur lainnya mengemuka dari berbagai kalangan.

Salah satunya dari Indonesia Corruption Watch ( ICW).

Peneliti ICW Egi Primayogha, meminta KPK untuk mendalami adanya dugaan keterlibatan NA dalam proyek infrastruktur lainnya di Sulsel.

“NA pernah disebut-sebut memanfaatkan kewenangannya dalam memberikan izin Amdal terhadap dua perusahaan pertambangan pasir, yaitu PT. Banteng Laut Indonesia dan PT. Nugraha Indonesia Timur.” Ucap Egi Primayogha dalam keterangannya persnya, Senin (01/03/2021).

Menurutnya, NA diduga menekan bawahannya agar kedua perusahaan tersebut mudah mendapatkan izin Amdal. Usut punya usut, ternyata perusahaan tersebut diketahui terafiliasi dengan Nurdin Abdullah dan berisi mantan anggota tim suksesnya saat kontestasi pilgub lalu.

Egi menambahkan, perusahaan itu bakal memasok kebutuhan proyek infrastruktur salah satu proyek strategis nasional yakni, Makassar New Port (MNP).

Sebelumnya, mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, juga menyinggung mega proyek Makassar New Port (MNP) yang nilainya mencapai Rp. 2,8 Triliun, yang dia duga menjadi pintu masuk kejahatan korupsi.

Bambang mengatakan, ada korporasi yang diduga terafiliasi dengan PT. Banteng Laut Indonesia dan PT. Nugraha Indonesia Timur, milik dari pihak yang diduga menjadi bagian dari tim sukses NA di Pilkada Sulsel 2018 lalu.

Sementara itu, Djusman AR selaku Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi dan Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar, yang melaporkan NA ke KPK, pertama kali melapor pada 7 September 2020. Selanjutnya pada 7 Desember 2020. Terakhir pada 7 Januari 2021.

Terungkap dalam laporannya ke KPK, Djusman AR mengadukan indikasi perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Nurdin Abdullah bersama aparat pemerintahan Provinsi Sulsel dan keluarganya.

“Kami menduga ada indikasi kuat telah terjadi praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).” Ujar Djusman saat itu.

Djusman menemukan kejanggalan pada proses pengurusan dokumen di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sulsel yang sangat cepat terkait pengurusan Amdal kepada dua perusahaan, yakni PT. Banteng Laut Indonesia dan PT. Nugraha Timur Indonesia.

“Kita tahu, Direktur Benteng Laut Indonesia beserta pemegang sahamnya dan pemegang saham PT. Nugraha Timur Indonesia merupakan sahabat dari anak Nurdin Abdullah dan juga merupakan bagian dari tim pemenangan Nurdin Abdullah di Pilgub 2018 lalu. Bahkan anehnya. Di dua perusahaan ini terdapat orang yang sama, seperti Akbar Nugraha yang menjadi Direktur di Benteng Laut Indonesia tapi juga pemegang saham di Anugrah Indonesia Timur. Akbar ini diketahui sangat dekat dengan putra Nurdin Abdullah Fathul Fauzi, ada foto-foto kedekatan mereka itu.” Jelas Djusman.

Setelah pelaporan Djusman tersebut, surat perintah Penyelidikan (Sprin Lidik) terhadap NA terbit Oktober 2020. Itu bisa dilihat dari Surat Perintah Penyelidikan bernomor Sprin.Lidik-98/01/10/2020 yang menjadi salah satu dasar penangkapan NA oleh KPK. (Tim)