KKTB dan Lembaga Adat To Taipa Kawal Tuntutan Bupati Lutim Ke PT. Vale
JEJAKHITAM.COM (LUWU TIMUR) – Sejak disahkannya Kabupaten Luwu Timur pada tanggal 3 Mei 2003 lalu, Pemerintah Daerah telah berupaya memanfaatkan seluruh potensi yang ada secara maksimal, salah satunya peran optimal dari Perusahaan Tambang Nikel terbesar Nasional bahkan di Asia yang berada di Sorowako, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
PT. Vale Indonesia, Tbk sebagai perusahaan tambang Nikel terbesar yang berada di Kabupaten Luwu Timur, harusnya menjadi jalan terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang ada di wilayah tersebut, bukan sebaliknya.
Hal itulah yang menjadi dasar lahirnya tuntutan dari masyarakat Kabupaten Luwu Timur, termasuk dari Kerukunan Keluarga Taipa-Bure (KKTB) dan Lembaga Adat Suku To Taipa.
Kerukunan Keluarga Taipa – Bure (KKTB) dan Lembaga Adat Suku To Taipa mengapresiasi 11 (sebelas) poin tuntutan keadilan masyarakat Luwu Timur ke PT. Vale.
Melalui Ketua KKTB dan Ketua Lembaga Adat Suku To Taipa, mereka sepakat mengemukakan pendapatnya terkait adanya 11 (sebelas) poin tuntutan tersebut.
Ketua KKTB Ir. H. Tadjuddin Nur, MM, Tidak dipungkiri bahwa kehadiran Perusahaan Tambang Nikel di Sorowako yang awalnya bernama PT. Inco, sudah banyak memberikan manfaat bagi pengembangan daerah, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
“Kehadiran perusahaan ini memberi ruang bagi seluruh masyarakat untuk berusaha sehingga lahirlah beberapa kontraktor lokal, walaupun Kontraktor Nasional masih mendominasi. Akses transportasi darat, laut, dan udara yang sangat lancar mendorong semua sektor untuk berkembang, khususnya sektor ekonomi.” Ujar Tadjuddin kepada awak media, Senin (12/07/2021).
Pemekaran Kabupaten Luwu Timur tidak terlepas dari peran kehadiran Industri besar ini. Namun yang disayangkan adalah karena peran perusahaan dalam perekonomian dan sektor lain masih lebih dirasakan oleh daerah yang berada di luar Kabupaten Luwu Timur dibandingkan oleh masyarakat Luwu Timur itu sendiri.
Ketimpangan seperti di atas terjadi pada berbagai Sektor. Sebagai contoh adalah sektor tenaga kerja, pendidikan, dan kesehatan.
“Meminjam istilah Guru dan Bapak Bangsa, K.H.Abdurrahman Wahid atau akrab disapa GUSDUR, anak kecil juga tahu bahwa mempersiapkan tenaga kerja lokal yang terampil sesuai kebutuhan perusahaan jauh lebih murah, lebih aman, lebih nyaman, dan lebih elegan, dibandingkan mendatangkan tenaga kerja dari luar, yang meskipun dengan skill hebat namun gaji tinggi, uang cuti, uang perumahan, dan fasilitas elit lainnya yang diberikan, yang akhirnya membuat masyarakat lokal cemburu bahkan terkesan iri, yang akhirnya berujung pada kerawanan lokal,” jelasnya.
Tadjuddin menjelaskan, mari tengok kesenjangan lokal pada bidang ketenaga kerjaan yang terjadi sejak kehadiran PT. Inco di tahun 1970 an hingga PT. Vale saat ini.
“Pada bidang pendidikan, masyarakat yang lahir pada tahun 1960 an menyaksikan fasilitas pendidikan yang dibangun oleh perusahaan yang awalnya berbasis sekolah internasional dan hanya bisa dinikmati oleh anak anak expatriate dan anak anak pribumi non lokal yang orangtuanya menduduki posisi tinggi, paling rendah pegawai menengah yang tinggal di perumahan “F” Sorowako. Pada saat itu Perumahan F di Lawewu ditempati Pegawai menengah, perumahan old camp dan Pontada ditempati Pegawai staff, sedangkan perumahan di Salonsa ditempati para pegawai tinggi,” terangnya.
“Pada era awal pembangunan ketiga lokasi perumahan ini, hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada masyarakat lingkar tambang (Kabupaten Luwu Timur) yang tinggal di perumahan Salonsa apalagi Pontada,” ujar Tadjuddin.
Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Suku toTaipa Prof. Dr. Ir. Jasruddin Daud Malago, M.Si mengungkapkan, masyarakat lokal yang tinggal di perumahan “F” dapat dihitung dengan jari, bahkan bisa dikatakan tidak ada. Artinya, sangat minim bahkan tidak ada masyarakat lingkar tambang yang menikmati fasilitas pendidikan berkelas dunia pada saat itu. Alumni sekolah PT. Inco saat itu luar biasa sehingga banyak diterima pada Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia bahkan di luar negeri.
“Banyak diantaranya telah kembali dan menempati posisi strategis dan tinggi di PT. Vale saat ini bahkan waktu masih dipegang oleh PT. Inco. Adakah diantara mereka yang kembali ke PT. Inco dan PT. Vale itu yang merupakan putra daerah Kabupaten Luwu Timur, jawabannya tidak ada,” ucap Prof. Jasruddin.
Mengapa demikian, itu karena setelah reformasi barulah ada kuota (minim) bagi putra-putri masyarakat non karyawan untuk bisa sekolah pada sekolah di perusahaan itu. Itupun kualitas dan tata kelolanya tidak lagi unggul karena telah diserahkan ke Yayasan Pendidikan Sorowako (YPS) dan pengelola pendidikan PT. Inco baik di tingkat yayasan maupun sekolah (guru), sudah banyak pensiun dan juga pindah ke sekolah yang dikelola perusahaan lain di Indonesia.
Selanjutnya, pada tahun 2005 hingga saat ini, jumlah masyarakat lokal yang berkesempatan sekolah di YPS sudah cukup banyak, khususnya bagi anak karyawan dari semua level. Bagaimana dengan anak karyawan PT. Vale yang tidak bisa ditampung di YPS, jumlahnya sangat banyak, minimal sama bahkan bisa lebih banyak.
“Mereka terpaksa sekolah pada sekolah negeri dan swasta yang di kelola oleh masyarakat mulai dari tingkat TK hingga SMA, yang tersebar di seluruh daerah di Kabupaten Luwu Timur. Apakah ada bantuan/subsidi/ atau perhatian khusus dari PT. Vale bagi anak anak karyawan ini? Jawabannya tidak ada,” tandasnya lagi.
Ketika membicarakan Sektor pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal, untuk mempersiapkan tenaga kerja lokal yang terampil bagi PT. Vale sudah nampak dengan jelas bahwa pihak perusahaan belum mengelolanya secara serius sejak perusahaan ini berdiri.
Dengan demikian tidak heran jika muncul gerakan sosial masyarakat lokal yang terkadang harus menggunakan people power yang sangat merugikan perusahaan bahkan masyarakat umum.
Terkait sosok Bupati Luwu Timur saat ini, Bapak Drs. Budiman Hakim,M.Pd, menurutnya adalah putera daerah yang menyaksikan, merasakan, dan mengalami ketimpangan keberpihakan PT. Vale pada masyarakat Kabupaten Luwu Timur sejak perusahaan itu berdiri hingga saat ini.
“Beliau juga yang mendampingi Pemerintah Daerah sejak berdirinya Kabupaten Luwu Timur. Dia telah menempati berbagai Dinas dalam struktur pemerintah Daerah, bahkan beberapa Dinas yang pernah dijabatnya berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan proses serta tata kelola Perusahaan PT. Inco hingga berubah nama jadi PT. Vale,” imbuhnya.
Dengan demikian, maka dipastikan bahwa 11 (sebelas) tuntutan yang disampaikan kepada PT. Vale adalah merupakan hak masyarakat Kabupaten Luwu Timur yang telah melalui kajian empirik (ilmiah), sosiologis, ekolologis, bahkan politis. Pak Bupati adalah seorang akademisi sejati.
“Pak Bupati pernah belajar di Universitas Harvard (Harvard University) Amerika Serikat tentang tata kelola pemerintahan era global (milenial). Dia sarat pengalaman dalam tata kelola pemerintahan Nasional, khususnya di Kabupaaten Luwu Timur. Itulah sebabnya sehingga ketika mendapatkan amanah menjadi Bupati Kabupaten Luwu Timur, Dia sudah paham bagaimana mengoptimalkan seluruh potensi daerah untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat saat ini dan generasi berikutnya,” ungkap Ketua Lembaga Adat To Taipa itu.
Tuntutan ke PT. Vale sebanya 11 (sebelas) poin itu adalah hanya salah satu dari banyak hal yang telah, sedang dan akan dilakukannya sebagai Bupati. Tuntutan itu digulirkan dengan cara legal, etis, elegan, dan berbudaya.
Berdasarkan hal tersebut maka KKTB dan Suku To Taipa menyatakan sikap mlendukung sepenuhnya 11 (sebelas) tuntutan Bupati Kabupaten Luwu Timur ke PT Vale tanpa syarat. Serta meminta kepada Managemen PT. Vale baik di Indonesia maupun Brasil, agar memberikan respon positif, serius, dan cepat, atas 11 (sebelas) tuntutan tersebut.
“Kami meminta kepada seluruh elemen masyarakat, baik formal maupun non formal, kelompok maupun individu, untuk mendukung sepenuhnya proses 11 (sebelas) tuntutan Bupati Luwu Timur ke PT. Vale dengan cara legal, etis, elegan, dan berbudaya melalui satu jalur, yaitu jalur yang dibentuk oleh Bapak Bupati hingga PT. Vale memberikan solusi yang jelas dari tuntutan tersebut,” tutup Ketua Lembaga Adat To Taipa. (Budhy)