Peresmian Kawasan Kuliner CPI, Netizen : “Pemerintah Langgar Sendiri Aturan Yang Dibuatnya”
MAKASSAR – Peresmian Pelataran Kawasan kuliner Center Point Of Indonesia (CPI) Kota Makassar, mendapat sorotan beragam dari kalangan netizen dan penggiat media sosial.
Bukan tanpa sebab. Dari video yang sempat viral dan diabadikan oleh salah satu netizen, terlihat adanya kerumunan dibawah tenda dan sekitar area peresmian, yang diduga melanggar Perwali Nomor 51 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Kamis, (11/02/2021).
Aturan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Makassar terkait larangan menyajikan makanan prasmanan seperti yang tertuang dalam Perwali Nomor 53 Tahun 2020 tentang Pedoman Protokol Kesehatan Pelaksanaan Kegiatan Resepsi Pernikahan dan Pertemuan di Kota Makassar, yang salah satu pointnya tidak membolehkan makan ditempat, ini justru terkesan tidak diindahkan oleh pihak penyelenggara.
Sejumlah pejabat seperti Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, dan Pj. Walikota Makassar Rudy Djamaluddin, hadir dalam acara peresmian tersebut.
Seperti pada akun sosial media @Sosmed_Makassar sejumlah nitizen mengomentari video tersebut. Salah satu akun @Kamallosari :Lucu, ada aturan yang tajam ke bawah tumpul ke atas !!!, @vianpratamaa_ : Nikmatnya punya kekuasaan, @soe_lai_man : silahkan prasmanan yang penting sebelum jam 10 (masih diluar jam operasional corona).
Kemudian pada akun @h4h4__sadboy : lucunya covid memandang jabatan, akun @a.jayabangsawan : Di CPI itu corona tidak berani datang tawwa, makanya bolehji prasmanan.
Berbanding terbalik dengan komentar Ketua Satgas Penegakan Disiplin Gugus Tugas Covid-19 Makassar (saat itu), M. Sabri yang pada saat sosialisasi Perwali mengatakan, untuk mencegah adanya kluster baru, maka prasmanan pada acara resepsi pernikahan termasuk di hotel dan kegiatan pertemuan lainnya, dilarang.
“Yang paling krusial adalah ketika melakukan prasmanan, olehnya itu tidak diizinkan. Karena kalau prasmanan, maka akan buka masker, foto-foto, dan sebagainya,” ujar Sabri saat itu.
Sementara itu, Ketua Brigade Muslim Indonesia (BMI) Sulsel, Zulkifli, ST yang dimintai tanggapan terkait aktivitas para pejabat dan puluhan undangan yang hadir dalam acara peresmian Pelataran Kawasan Kuliner Lego-Lego di CPI tersebut, mengatakan bahwa apa yang dipertontonkan para pejabat itu, sangat disayangkan. Karena bisa menimbulkan persepsi miring, yang seakan hukum hanya diberlakukan bagi masyarakat kecil dan tidak menyentuh kalangan atas.
“Hal seperti itu sangat kita sayangkan tentunya,” kata Zulkifli.
Menurutnya, dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19, jangan lagi ada kesan tebang pilih dalam menerapkan peraturan.
Meskipun mereka pejabat, kegiatan apapun dilakukannya dan dalam kondisi apapun, tidak selayaknya lengah menerapkan aturan yang telah ditetapkan. Mereka justru seharusnya berusaha maksimal memberikan contoh dalam memunculkan kesadaran untuk mematuhi himbuan, apalagi kalau paham bahwa dia adalah pejabat yang selalu jadi bahan perhatian.
“Sekalipun itu Gubernur, Walikota atau siapapun itu yah, harus taat pada aturan, apalagi kalau menyangkut Perwali yang mereka buat sendiri. Kan tidak logis kalau justru mereka sendiri yang melabrak aturannya,” jelasnya.
Dia kemudian membandingkan kasus dugaan pelanggaran Protokol Kesehatan (Prokes) dalam aksi demonstrasi yang dilakukan para pekerja seni dan hiburan di Kantor Balaikota, Rabu (10/02) kemarin.
Menurutnya, aksi aliansi pekerja seni dan hiburan yang kebetulan pelaksanaannya hampir bersamaan dengan acara peresmian Kawasan Kuliner di CPI tersebut, setidaknya bisa menjadi contoh miris yang dipertontonkan Pj. Walikota Makassar jelang akhir kepemimpinannya.
Seperti yang santer beredar di media, Rudy Djamaluddin selaku Pj. Walikota mengancam akan melaporkan para peserta demonstrasi yang menggelar aksi di Kantor Walikota Makassar karena dianggap melanggar Prokes. Sementara kegiatan di CPI itu juga disoroti khalayak karena juga diduga melakukan pelanggaran Prokes.
“Olehnya itu, kita harap ada perlakukan hukum yang sama bagi yang sengaja melakukan pelanggaran, baik itu masyarakat biasa ataupun pejabat,” tegasnya.
“Kalau aksi demonstrasi para pekerja seni dan hiburan kemarin itu, sebenarnya tidak perlu terjadi andaikan Pj. Walikota bisa lebih arif membuka ruang dialog kepada mereka sebelumnya, dan bijaksana saat terjadi aksi demonstrasi, dengan berani menemui mereka yang merupakan rakyatnya,” tambahnya.
Kalaupun Pj. Walikota memang tidak berada ditempat saat aksi, setidaknya bisa menyampaikan kepada bawahannya, dan menjanjikan waktu yang tepat kepada para peserta aksi untuk bisa ketemu dengan Walikota, agar mereka puas.
“Bukan dengan cara menghindar terus setiap ada aksi dan hanya berani berkomentar di media setelahnya. Itukan namanya bukan sosok pemimpin yang baik,” imbuhnya.
Zul juga mengapresiasi tindakan aparat Kepolisian yang melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran tersebut. Walaupun menurut dia, sebenarnya hal itu tidak akan terjadi andai Pj. Walikota memiliki jiwa besar untuk menerima warganya yang ingin menyampaikan aspirasinya.
“Jadi, selain berharap perlakuan hukum yang sama, kami juga ingin mengingatkan kepada Pj. Walikota untuk selalu berusaha bijak dalam menghadapi warga yang saat pandemi ini, memang sangat membutuhkan solusi agar bisa bertahan hidup,” katanya lagi.
Zul juga meminta kepada seluruh warga Kota Makassar, agar bisa secara bersama membangun kesadaran diri untuk berusaha mematuhi himbauan Pemerintah terkait Prokes dalam upaya memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19.
“Kalaupun ada dari kita yang salah, baik masyarakat kecil atau para pejabat, maka berusahalah untuk tidak mengikuti kesalahan mereka,” tutupnya. (Bd)