www.jejakhitam.com
Tajam Mengungkap Peristiwa

Eks Kabiro PBJ Sulsel Diduga Catut Nama NA Untuk Menangkan Kontraktor

JEJAKHITAM.COM (MAKASSAR) – Lanjutan sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi, yang menyeret nama Gubernur Sulawesi Selatan non aktif, Nurdin Abdullah, digelar hari ini di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (19/08/2021).

Sejumlah nama pun dihadirkan dalam agenda sidang mendengarkan keterangan dari para saksi. Mereka adalah Pokja 2 (dua) yang beranggotakan Andi Salmiati, Samsuriadi, Abdul Muin, dan Munandar Naim. Juga pokja tujuh yang beranggotakan Andi Yusril, Ansar, Herman Palugani, dan Hisar.

Eks Kabiro PBJ Sulsel, Sari Pudjiastuti, diduga telah mencatut nama Gubernur Sulsel nonaktif, Prof. Dr. Ir. H.M. Nurdin Abdullah, untuk memenangkan salah satu kontraktor dalam proses tender.

Hal itu terungkap saat 8 (delapan) anggota kelompok kerja (Pokja) Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Sulsel menjadi saksi dalam persidangan tersebut.

Fakta yang mereka ungkap, atasannya yakni Eks Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPJ) Sulsel, Sari Pudjiastuti, beberapa kali memerintahkan mereka untuk memenangkan kontraktor dalam sebuah proses tender. Anehnya, Sari menyebut perintah tersebut atas atensi dari “Bapak”, yang diduga itu adalah istilah yang merujuk ke Pak Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah.

“Ibu Sari panggil kami keruangannya, dia bilang ada atensinya “Bapak” untuk menangkan CV. Cahaya Sepang Bulukumba, pada paket pekerjaan Palampa Munte Bontolempangan. Kami jawab, minta semua dokumen sesuai aturan,” kata Andi Salmiati.

Istilah “Bapak” pun kemudian menjadi pertanyaan dan perdebatan oleh Hakim, Kuasa Hukum NA, dan JPU KPK. Sebab, para saksi menginterpretasikan istilah “Bapak” yang dimaksud adalah Gubernur Sulsel non aktif, Nurdin Abdullah.

“Ibu sari tidak menyebutkan bahwa yang di maksud itu adalah Pak Gubernur. Hanya sebatas kata “Bapak”, tidak tau ‘bapak’ siapa. Tapi kami anggap itu adalah Pak Gubernur,” tambah Andi Salmiati.

Ibrahim Palino, selaku Hakim Ketua mengingatkan para saksi, untuk jangan asal menyebut nama karena hal tersebut akan mempengaruhi nasib dari terdakwa.

Selain Andi Salmiati, saksi lainnya yakni Samsuriadi, Abdul Muin, Munandar Naim, Andi Yusril, Herman Palugani, dan Hisar, membenarkan jika Ibu Sari hanya menyebutkan istilah “Bapak”.

Saksi lain, Samsuriadi mengatakan, timnya tak pernah berkomunikasi atau meminta konfirmasi lebih lanjut dengan Pak NA.

“Tidak ada komunikasi lanngsung dengan Pak NA. Kami hanya melakukan verifikasi dengan detail terhadap berkas para peserta tender dan hasilnya CV. Cahaya Sepang Bulukumba memang memenuhi persyaratan,” jelas Samsuriadi.

Setelah proses tender selesai, para anggota Pokja 2 (dua) mendapatkan uang dari Sari Pudjiastuti sebagai ucapan terima kasih, dan masing-masing anggota mendapat Rp. 30 juta, yang totalnya Rp. 150 juta.

“Ibu Sari bilang ada rezeki dari kontraktor Hj. Indar dan Andi Kemal,” imbuh Samsuriadi.

Selain pokja 2 (dua), pokja 7 (tujuh) juga mendapat perintah dari Sari Pudjiastuti. Mereka diminta memenangkan CV. Cahaya Sepang Bulukumba untuk pengerjaan proyek Palampa Munte Bontolempangan I. Atensi yg disebutkan pun sama dengan yang di sampaikan ke pokja 2 (dua).

Bedanya, pokja 7 (tujuh) dipertemukan langsung dengan Owner CV. Cahaya Sepang Bulukumba di Hotel Mercure Makassar.

“Kami ketemu Pak Anggu’ dan beliau minta dimenangkan dalam proses tender. Kami jawab, silahkan lengkapi dokumen sebagai persyaratan. Kami disana hanya sekitar 5-10 menit lalu pulang,” pungkas Yusril.

Berkas CV. Cahaya Sepang Bulukumba pun diperiksa dan dinyatakan lengkap kemudian dimenangkan dalam proses tender. Akhirnya, pokja 7 (tujuh) pun juga mendapatkan uang dari Sari Pudjiastuti, masing-masing Rp. 7 juta tiap anggota.

Dari pernyataannya, Hakim pun menerangkan bahwa para anggota pokja yang hadir sebagai saksi, minim pengetahuan mengenai tupoksinya, entah disengaja atau tidak. Mereka dianggap lalai dan tidak profesional. Hakim pun menegaskan kepada para anggota pokja bahwa bertemu kontraktor perusahaan di luar, itu adalah salah.

Saat Nurdin Abdullah diberi kesempatan untuk berbicara, Nurdin mengaku tak pernah memerintahkan Sari memenangkan seorang kontraktor.

“Yang mulia Majelis Hakim, saya ingin sampaikan bahwa permintaan atau paksaan dari saya untuk memenangkan seseorang (kontraktor), itu tidaklah benar. Saya sesalkan kalau ada yang mengatakan seperti itu. Harus ada kroscek, ini sangat fatal,” jelas Nurdin Abdullah.

Terpisah, Kuasa Hukum Nurdin Abdullah, Arman Hanis, yang dihubungi via telepon mengatakan, ada beberapa hal yang harus digaris bawahi. Pertama, Ibu Sari menyebut istilah “Bapak”, yang kita belum tahu itu siapa sebenarnya yang dia maksud.

Kedua, proses tender atau lelang semua transparan dan terbuka. Yang menang juga disebutkan saksi jika perusahaan tersebut paling memenuhi syarat.

“Istilah “Bapak” itu tidak jelas, semua hanya mengasumsikan bahwa itu adalah Pak NA. Kita lihat di persidangan nantinya. Bisa saja itu adalah karangan Ibu Sari saja,” jelas Arman Hanis.

“Ibu Sari harusnya dihadirkan. Dia (Sari) kan yang mengatur semuanya. Tidak bisa serta merta disimpulkan kalau itu atensi Pak NA. Hakim pun juga tidak bisa mengambil kesimpulan, sampai dia berulang kali bertanya. Ingat, semua uang itu dari Ibu Sari juga, istilah kasarnya Ibu Sari jagonya lah,” tutupnya. (Budhy)