Walikota Makassar Dicecar Pertanyaan Oleh JPU Dalam Sidang Korupsi PDAM
JEJAKHITAM.COM (MAKASSAR) – Walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto diperiksa sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi PDAM yang diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 20 miliar.
Sidang itu digelar di ruangan Harifin Tumpa, Pengadilan Tipikor Makassar, Jalan RA. Kartini, Kecamatan Ujung Pandang, Kamis (22/06/2023).
Dalam persidangan itu, Danny dicecar pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal SK Walikota yang menjadi dasar pembagian laba PDAM Makassar pada tahun 2015.
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya kepada Danny Pomanto terkait pengusulan pembagian laba PDAM yang diusulkan oleh terdakwa Haris Yasin Limpo selaku Direktur Utama PDAM Makassar pada tahun 2016 silam.
“Seingat bapak, ada berapa kali permohonan penggunaan laba itu?,” tanya Jaksa di persidangan.
Danny menjawab, pengusulan pembagian laba PDAM Makassar memang baru ada pada zaman Haris menjadi Dirut.
“Seingat saya, nanti di zamannya Pak Haris PDAM baru mengalami laba (keuntungan). Ini sejarah, selama ini PDAM mengalami kerugian. Pada saat itulah diusulkan penggunaan laba itu,” jawab Danny.
Jaksa kemudian lanjut bertanya, apa saja bentuk dari pembagian laba tersebut.
“Itu diatur dalam Perda Nomor 6 tahun 1974 Pasal 20 tentang bentuk pembagian laba PDAM Makassar, yakni sehubungan dengan persentasi pembagian laba,” jelasnya.
Menanggapi penjelasan Danny tersebut, Jaksa kembali meminta Walikota Makassar itu untuk menyebutkan apa saja yang diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 1974.
“Apa saja yang diatur dalam Perda itu pak?,” tanya Jaksa lagi.
Mendengar pertanyaan itu, Danny mengaku tidak mengetahuinya secara detail. Ia beralasan tidak hafal Perda tersebut karena terlalu teknis.
“Saya tidak hafal Perda itu karena terlalu teknis,” ujarnya.
Jawaban Walikota Makassar itu membuat Jaksa menyebut sejumlah ketentuan dalam Perda Nomor 6 Tahun 1974, yakni adanya Jasa Produksi sebesar 10 persen hingga adanya jatah untuk Direksi sebesar 5 persen dari total laba.
Mendengar pernyataan itu, Danny pun membenarkannya.
“Iya,” ucapnya.
Selanjutnya, Jaksa kembali mencecar Danny soal pengusulan pembagian laba PDAM Makassar melalui SK Walikota Makassar.
“Untuk pembagian laba seperti yang diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 1974, apakah itu melalui Walikota?” tanya Jaksa.
Danny lantas menjelaskan, bahwa pihaknya tidak serta-merta mengeluarkan SK. Dia menyebutkan, bahwa ada prosedur pengusulan pembagian laba dari direksi PDAM melalui Dewan Pengawas.
“Itu permohonan dulu (dari Direksi), kemudian melalui Dewas, kemudian kami sampaikan ke Kabag hukum dan Kabag ekonomi, karena ada di situ (kajiannya) benar tidaknya,” jawab Danny lagi.
Jaksa pun lanjut mencecar Danny dengan sejumlah pertanyaan, apakah saat itu saksi memperhatikan adanya audit akuntan publik di balik surat permohonan pengusulan pembagian laba yang dikeluarkan oleh direksi PDAM.
“Jadi untuk pertimbangan-pertimbangan dari SK yang dikeluarkan oleh Walikota, apakah pertimbangannya salah satunya hasil audit akuntan publik?,” tanya Jaksa.
Danny pun membenarkannya. Dia menegaskan PDAM dinyatakan mengalami laba berdasarkan hasil audit akuntan publik.
“Iya, karena labanya yang menetapkan adalah hasil audit,” katanya.
Jaksa pun menimpali pernyataan Danny dengan pertanyaan, audit itu dilakukan oleh siapa?, Danny menjawab, bahwa audit dilakukan secara independen.
“Audit independen,” jawabnya.
Jaksa yang tak puas kembali bertanya, siapa yang menunjuk audit independen tersebut. Danny mengakui tim audit itu ditunjuk oleh Walikota sebagai pemilik dari PDAM Makassar.
“Kalau tidak salah itu ditunjuk oleh pemilik PDAM (dalam hal ini Pemkot Makassar atau Walikota),” kata Danny.
Kendati demikian, Danny mengaku tidak menerima hasil audit tersebut. Dia menuturkan, bahwa hasil audit tetap disampaikan kepada jajaran direksi PDAM Makassar.
“Tidak (menerima laporan dari tim audit) karena saya hanya menunjuk,” katanya.
Jaksa lanjut menguji pernyataan Danny, atas dasar apa ia mengeluarkan SK pembagian laba PDAM jika tidak pernah menerima laporan hasil audit yang menyatakan PDAM mengalami laba.
“Kalau disampaikan Dewas, bagaimana saudara tahu kalau penggunaan laba yang diusulkan direksi tersebut benar-benar mendapatkan laba atau keuntungan?,” tanya Jaksa kembali.
Danny pun mengatakan, dirinya hanya mengetahui adanya laba PDAM Makassar berdasarkan surat permohonan pembagian laba yang diajukan jajaran Direksi melalui Dewan Pengawas.
“Dari surat permohonan ada disampaikan laba,” kata Danny.
Jaksa yang belum puas, kembali mencecar Danny. Jaksa heran Walikota Makassar itu menerima begitu saja klaim dari direksi bahwa PDAM Makassar benar-benar mengalami laba/keuntungan di tahun 2015.
“Misalnya saya pemilik PDAM dalam hal ini sebagai Walikota, untuk meyakinkan saya bahwa PDAM benar-benar ada laba, pasti harus ada dasar. Nah, apa dasarnya kalau PDAM ini benar-benar untung bukan hanya dari permohonan. Kan hanya permohonan yang bapak lihat?,” cecar Jaksa.
Danny lalu kembali menjelaskan bahwa dia meyakini PDAM Makassar mengalami laba karena di sana sudah ada Dewan Pengawas.
“Karena disitu kan ada badan pengawas, pasti juga sudah dipersentasikan ke badan pengawas,” katanya.
Jaksa juga mencecar Walikota Makassar itu terkait adanya temuan kerugian negara akibat dari adanya pembagian laba PDAM Makassar. Danny pun tidak menampik adanya temuan kerugian negara tersebut.
“Dari pengusulan permohonan penggunaan laba sampai keluarnya SK, apakah saudara juga tahu ada akumulasi kerugian yang dialami PDAM?,” tanya Jaksa.
Danny menegaskan, dirinya baru mengetahui adanya kerugian negara setelah menerima laporan audit dan rekomendasi BPK.
“Kami baru tahu setelah ada temuan BPK. Jadi temuan BPK merekomendasikan kepada Walikota Makassar untuk memerintahkan kepada Dirut PDAM untuk membayar kerugian yang ditemukan BPK,” ungkapnya.
Jaksa lalu meminta Danny menjelaskan pembagian laba yang mana menyebabkan kerugian. Apakah karena adanya pembagian jasa produksi, direksi atau pembagian yang lainnya.
“Kerugian pembagian laba atau kerugian dari jasa produksinya?,” tanya Jaksa.
Danny pun mengaku tidak mengetahui secara rinci. Dia hanya menjelaskan bahwa dirinya ikut tanda tangan terhadap hasil temuan dari BPK.
“Kan temuan BPK, saya tanda tangan bahwa saya setuju dengan adanya temuan itu,” imbuhnya.
“Rekomendasinya itu. Jadi saya diperintahkan untuk menyampaikan surat perintah untuk pengembalian dan untuk dilaksanakan,” sambung Danny.
Jaksa lantas kembali meminta agar Danny menjelaskan secara rinci pengembalian yang dimaksud dalam rekomendasi hasil audit BPK.
“Pengembaliannya yang mana Pak? kan di Perda tadi banyak, pasal 20 Perda Nomor 6 Tahun 1974 itu ada dana cadangan, ada jasa produksi dan ada dana untuk Direksi 5 persen. Yang diminta BPK untuk dikembalikan yang mana Pak?” cecar Jaksa.
Danny kemudian meminta waktu sebentar di hadapan Majelis Hakim. Danny terlihat membuka sebuah dokumen untuk menjawab secara rinci pertanyaan Jaksa.
“Kalau saya lihat ini Pak, tunggu sebentar. Ini rekomendasi Walikota Makassar untuk meminta mengembalikan pembayaran Tantiem dan bonus pegawai sebesar Rp. 8. 318. 213.130,70 (delapan miliar tiga ratus delapan belas juta dua ratus tiga belas ribu seratus tiga puluh, tujuh puluh sen) ke Kas PDAM Kota Makassar. Ini ada rekomendasi kurang lebih Rp. 8 miliar, Tantiem dan Bonus pegawai,” terang Danny.
Jaksa lantas meminta penjelasan penyebab BPK meminta pengembalian kerugian negara.
“Mengapa dikembalikan? Apakah tidak sesuai dengan aturan yang saudara sampaikan tadi?” tanya Jaksa.
Namun Danny mengaku tidak bisa menjawab pertanyaan Jaksa tersebut. Menurutnya, pertanyaan itu terlalu teknis.
“Teknis, saya cuma menerima saja apa yang direkomendasikan BPK,” terang Danny.
Untuk diketahui, Majelis Hakim menunda persidangan hingga Senin (26/06/2023) mendatang, dengan agenda pemeriksaan alat bukti Ahli yang akan dihadirkan oleh Penuntut Umum. (*)
Laporan : Tim
Penulis : Budhy