www.jejakhitam.com
Tajam Mengungkap Peristiwa

Saksi Ahli Sebut Danny Pomanto Tidak Berhak Terima Asuransi PDAM Makassar

JEJAKHITAM.COM (MAKASSAR) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menghadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Juajir Sumardi, dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi PDAM Makassar yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 20 miliar.

Sidang lanjutan itu digelar di ruang Harifin Tumpa Pengadilan Tipikor Makassar, Jalan RA. Kartini, Kecamatan Ujung Pandang, Senin (26/06/2023).

Dalam keterangannya, Juajir Sumardi menyebutkan bahwa Walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto tidak berhak menerima dana asuransi Dwiguna jabatan dari PDAM Makassar.

Awalnya, penuntut umum mempertanyakan soal perbedaan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

“Dalam PP No. 54 tahun 2017 itu terkait dengan 2 BUMD yakni Perumda dan Perseroda. Nah, terkait dengan itu, dapatkah saudara jelaskan apa perbedaan antara Perumda dan Perseroda?,” tanya Jaksa.

Juajir (saksi ahli) pun menjelaskan 2 (dua) jenis BUMD tersebut yang diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2017.

“Kalau organ Perumda itu terdiri dari KPM (Kuasa Pemilik Modal) dalam hal ini Kepala Daerah. Kemudian ada Dewan Pengawas dan Direksi. Sedangkan untuk Perseroda organnya adalah rapat umum pemegang saham, komisaris dan direksi,” jelas Juajir.

Jaksa kemudian menyinggung Perda Nomor 6 Tahun 1974 yang digunakan sebagai dasar pembagian laba tahun berjalan PDAM Makassar. Jaksa mempertanyakan, apakah Perda Nomor 6 itu sudah tidak lagi bisa digunakan.

“Terkait dengan Perda Nomor 6 Tahun 1974 dan PP 54, PP ini digunakan pada tanggal 27 Desember 2017. Apakah dengan menggunakan PP 54 Tahun 2017 serta merta (yang) melibatkan perda sebelumnya tidak berlaku lagi?” tanya Jaksa.

Ahli pun dengan tegas tidak membenarkan hal tersebut. Juajir mengatakan, Perda Nomor 6 Tahun 1974 masih berlaku asalkan tidak bertentangan dengan PP Nomor 54 Tahun 2017.

“Tidak, karena sebetulnya ketidakberlakuan harus dicabut. Di dalam PP 54 tahun 2017 itu di pasal 140 itu jelas mengatakan bahwa ketentuan yang mengatur Perusahaan Perseroan Daerah, Perusahaan Umum Daerah masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan apa yang berlaku di dalam PP 54 tahun 2017,” jelasnya.

“Oleh karena itu, maka peraturan daerah tahun 1974 itu masih berlaku, kecuali untuk pasal-pasal tertentu yang substansinya tidak sesuai dan bertentangan dengan apa yang diatur dalam PP 54,” lanjut Juajir.

Namun dirinya menjelaskan lebih lanjut, apabila terjadi perbedaan aturan di dalam Perda 6 Tahun 1974 dengan PP Nomor 54 Tahun 2017, maka pemerintah harus berpegang pada PP Nomor 54 Tahun 2017.

“Kalau terjadi perbedaan antara apa yang diatur dalam Perda 6 dengan PP 54 tahun 2017, maka dalam Perda yang berlaku adalah apa yang diatur dalam PP Nomor 54 tahun 2017,” terang Juajir.

Jaksa lalu menanyakan hak Walikota Makassar selaku kuasa pemilik modal (KPM) apakah dapat menerima asuransi jika merujuk pada aturan yang digunakan yakni PP Nomor 54 Tahun 2017.

“Dengan adanya perbedaan seperti itu, apakah Walikota selaku KPM dapat menerima semacam asuransi atau insentif?,” cecar Jaksa lagi.

Juajir kembali menjelaskan, bahwa Walikota Makassar sebagai KPM tidak berhak menerima asuransi karena Walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto tidak termasuk dalam organ PDAM Makassar.

“Kalau kita merujuk pada PP 54 Tahun 2017, kepala daerah posisinya sebagai KPM. Sedangkan yang diatur dalam PP ini yang berhak mendapatkan itu hanya dewan pengawas, direksi dan karyawan. Sedangkan kepala daerah dalam kapasitas BKPM itu tidak berhak mendapatkan, dia bukan karyawan, bukan dewan pengawas,” jawab Juajir tegas. (*)

Sumber : DetikSulsel.Com
Penulis  : Budhy